Seorang gadis membeli sebuah iPhone 6. Smartphone tersebut telah dilengkapi dengan pelindung layar dan ‘flip cover’ yang tak kalah cantiknya. Dia menunjukkan smartphone barunya tersebut ke ayahnya. Lalu, percakapan yang cukup menggugah pun dimulai:

Ayah : Wah, telepon genggam yang bagus. Berapa harga yang harus engkau bayar untuk itu?

Anak Perempuan : Saya membayar 700 dolar untuk telepon genggam ini, 20 dolar untuk penutup teleponnya, serta 5 dolar untuk pelindung layarnya.

Ayah : Oh, mengapa kamu menambahkan pelindung layar dan penutup teleponnya? Bukankah kamu dapat menghemat 25 dolar untuk itu? 

Anak Perempuan : Ayah, saya telah menghabiskan 700 dolar untuk mendapatkan telepon genggam ini. Jadi apa alasan saya tidak mengeluarkan 25 dolar untuk keamanannya? Dan lihatlah, penutup ini juga membuat telepon genggamku tampak lebih indah bukan?

Ayah : Bukankah itu sebuah penghinaan bagi perusahaan Apple, Inc. bahwa mereka tidak dapat membuat produk iPhone yang cukup aman?

Anak Perempuan : Tidak, Ayah! Mereka bahkan menyarankan kepada penggunanya untuk menggunakan pelindung layar dan penutup telepon ini untuk keamanannya. Dan saya tidak mau terjadi sesuatu yang dapat membahayakan iPhone baru saya.

Ayah : Apakah itu tidak akan mengurangi keindahan telepon itu? 

Anak Perempuan : Tidak, itu justru membuat telepon genggam saya terlihat lebih indah.

Lalu, sang Ayah menatap putrinya dan tersenyum dengan rasa kasih sayang. Sang Ayah pun berkata,

Putriku, kau tahu Ayah sangat menyayangimu. Kau membayar 700 dolar untuk membeli iPhone ini, serta 25 dolar untuk melindunginya. Aku telah membayarkan seluruh hidupku untukmu, lalu mengapa engkau tak menutup auratmu dengan hijab untuk keselamatanmu sendiri? Telepon ini, kelak tidak akan dipertanyakan di akhirat nanti. Namun kelak aku akan ditanyai oleh Allah tentangmu, putriku…

***

Adalah seorang kawan yang memperlihatkan broadcast message itu padaku. Seraya tersenyum, dia berkata bahwa pesan ini telah menyentuh hatinya. Aku membalas perkataannya dengan senyuman. Ada binar di matanya yang kuterjemahkan sebagai ketenangan dan keyakinan yang kuat.

Di pengajian dr. Heri kemarin, ustadz mengatakan jika kita seringkali di dzalimi orang lain, berarti ada yang salah dengan diri kita.

Aku mengiyakan ucapannya dan kulihat binar itu masih ada dimatanya.

Aku mau mulai pake jilbab Sabtu ini, Zah…

Subhanallah! Siang itu, aku tersenyum dengan penuh bahagia. Seorang kawan yang kukenal baik hatinya, telah memutuskan untuk berhijab. Kesadaran itu hadir di hatinya atas karunia Allah dan tanpa paksaan. Kesadaran yang hadir atas upayanya untuk menjemput keyakinan akan berhijab.

Doakan aku, Zah. Semoga aku istiqomah dan menjadi insan yang lebih baik.

***
Dialah Ekasari. Aku biasa memanggilnya Teh Eka karena usiaku satu tahun lebih muda darinya. Aku mengenalnya sejak tahun 2012 saat aku kembali dan bekerja di Bandung. Pertemanan kami semakin dekat saat dia memutuskan untuk bekerja satu perusahaan denganku pada tahun 2014.
Dua kata yang menggambarkan dirinya adalah cantik dan ramah. Teh Eka selalu bersikap baik bahkan pada orang yang telah menyakitinya. Ia juga memiliki cara pandang yang positif, tidak menyukai hal yang berlebihan dan selalu tersenyum. Maka tak heran bila banyak orang yang menyukainya. Ya, aku banyak belajar dari Teh Eka atas keramahannya yang patut aku contoh.
Beberapa minggu sebelum berhijab, Teh Eka sering bercerita tentang jilbab yang baru saja dibeli olehnya. Teh Eka juga banyak bertanya pada kawan-kawan tentang cara mengenakan jilbab dengan beragam model.
Aku sering melihat Teh Eka mengenakan jilbab saat pengajian mingguan pada Rabu malam. Namun ia seringkali mengeluh akan pipinya yang menjadi lebih tembem (chubby) saat mengenakan jilbab. Apalagi saat ada kawan lain yang menertawakan pipi tembemnya, Teh Eka manyun jadinya.
Meski merasa lebih chubby, hal itu tak menyurutkan Teh Eka untuk terus belajar berhijab. Beragam model jilbab dicoba olehnya dan kesemuanya nampak cocok di mukanya. Memang, kalau orang cantik mah cocok-cocok aja ya 🙂
Belajar berhijab 🙂
Hari pertama Teh Eka mengenakan hijab adalah pada hari Sabtu, 14 Februari 2015. Esoknya, saat menghadiri undangan pernikahan puteri dr. Heri Fadjari, Teh Eka mengenakan hijab dengan setelan rok batik biru, kaos hitam dan jilbab toska. Penampilan barunya ini sontak mengejutkan rekan-rekan yang hadir di undangan itu.
Hari ke-dua . cantik ya 🙂

Pada saat masuk kantor di hari Senin, seluruh karyawan tampak terkejut dan memberikan selamat pada Teh Eka. Semuanya mengatakan bahwa ia nampak lebih cantik dan anggun dengan mengenakan hijab.

Banyak orang yang menyambut gembira akan penampilan baru Teh Eka. Beberapa kawan bahkan menghadiahi-nya jilbab beragam corak dan model. Hal ini tentu membuat Teh Eka semakin bahagia akan hijabnya.

Namun hal yang lebih membahagiakan dari itu semua adalah saat mengamati lelaki yang bersikap lebih hormat dan sopan pada Teh Eka.

Dengan memakai hijab, sesungguhnya kita telah melakukan seleksi pada lelaki yang hendak meminang kita.

Ya, nasihat itu memang benar adanya. 🙂

Ini Aku Yang Baru!

Nikmatilah kejutanku… Ini aku yang Baru!

Lagu ‘Baru’ yang dibawakan oleh Tulus seakan menari-nari di otakku, memaksaku untuk menyanyikannya. Namun sayang aku harus menahannya karena saat itu kami sedang berada di ruang dokter.

Kamu lebih cantik dulu, Ka. Gak pake jilbab. Model rambut kamu cocok banget sama muka kamu.

Begitulah tanggapan salah satu dokter saat melihat penampilan baru Teh Eka. Namun dengan penuh kemantapan, ia menanggapinya dengan,

Ini aku yang baru, Dok.

Betapa bahagianya aku saat mendengar ucapannya tersebut. Ia tetap yakin dengan pilihannya meski ada pihak yang tak menyukai penampilan barunya. Hey, bukankah kita dididik untuk taat dan meraih ridho-Nya, bukan untuk sekedar mencari-cari perhatian manusia?

Iya kan?

Ini aku yang baru! 🙂
Melalui kisah ini aku belajar, bahwa keyakinan bisa jadi tidak diturunkan begitu saja. Banyak orang yang menyatakan ingin berhijab, namun keinginan itu belum terlaksana sepenuhnya. Mereka bilang ingin memperbaiki hati dulu, menikah dulu, baru berjilbab. Barangkali, keyakinan untuk berhijab harus dijemput dengan cara belajar agama dengan baik, berteman dalam kebaikan dan meningkatakan kualitas ibadah pada Tuhan. InsyaAllah.

Hari ke-5 pake jilbab 🙂 *ingetbanget*
Tulisan ini adalah wujud dari rasa syukur dan bahagia. Tulisan ini aku persembahkan untuk aku yang mudah goyah, untuk Teh Eka yang sedang mengecap manis berhijab, juga untuk semua muslimah yang sedang membaca tulisan ini.
Dan untuk meneguhkan hati kita, wahai teman-teman sesama muslimah. Mari kita baca kembali kalimat indah ini:

Berjilbab tidak berarti kamu sempurna, tetapi semoga menjadi awal untuk membuktikan kesungguhanmu menyempurnakan diri di hadapanNya. -Asma Nadia-

Ya!

Kawan, semoga istiqomah dan selamat mengecap manisnya berhijab ya! 🙂

~ Zahra Rabbiradlia ~

You might also enjoy:

0 Comments

  1. Alhamdulillah semoga bisa istiqomah ya ukhty, dan bisa mengenakan hijab selama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-lama-Nya!

    Maaf terlalu bersemangat

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *