Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. QS. An-Nisa (4) : 36

 Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar memuliakan (berbuat baik) kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli waris tetangganya. HR. Bukhari no. 6014

Semua bermula saat ibu RT membagikan selebaran pembagian takjil untuk masjid Al-Falah. Di selebaran itu, tidak ada nama saya. Saya mengerutkan kening dan menanyakan kepada Bu RT. Beliau membantu mencarikan nama saya, lantas menunjuk satu nama di halaman pertama selebaran : Neng Sebelah Masjid.

Aku terdiam. Bu RT nyengir. Kami saling pandang. Tertawa.

Bu RT meminta maaf karena tidak tahu nama saya, sehingga ia hanya bisa menulis Neng Sebelah Masjid. Aku nyengir sejadi-jadinya. Peristiwa yang menurutku lucu bin aneh ini, menyimpan tanya: dua tahun tinggal disini, kok tetangga belum kenal saya?

Barangkali karena lingkungan tetangga di sekitaran rumah yang kebanyakan adalah orang tua (sudah punya cucu) sehingga saya tidak memiliki teman sebaya. Faktor lain adalah karena saya jarang berada di rumah. Maka satu-satunya kegiatan yang menyatukan saya dengan warga adalah saat shalat di masjid sebelah rumah.

Saya hanya kenal baik dengan 3 orang tetangga yakni sebelah kiri rumah, depan rumah dan sebelah kanan depan. Ketiga tetangga itu tahu nama saya. Bahkan anak-anak mereka yang masih kecil, sering berteriak memanggil nama saya: Teh Zahra… Teh Zahra… Selebihnya? Hanya memanggil saya neng, neng, neng dan neng!

Meski syukuran rumah sudah dilakukan, ternyata banyak tetangga yang lupa akan nama saya. Tentu saya tidak berhak protes, malah seharusnya introspeksi. Ternyata dua tahun tinggal disini, saya belum mengenal tetangga dengan baik, bersosialisasi dan berbuat baik kepada mereka. Padahal tetangga adalah saudara terdekat dan berbuat baik serta menyenangkan hati mereka adalah ibadah.

Solusi untuk mengatasi ini adalah saya berupaya untuk terus berinteraksi dengan mereka. Salah satu caranya adalah hadir dalam shalat berjamaah di masjid sebelah rumah yang kemarin-kemarin sering saya hiraukan (duh!). Walhasil, saya menambah satu daftar tetangga yang menanyakan nama saya. Ada pula yang bertanya saya tinggal dengan siapa dan ikut bahagia saat mengetahui bahwa rumah saya sebelah masjid.

Ramadhan tahun ini adalah momentum bagi saya untuk bersilaturahim dengan tetangga. Meski pada akhirnya masih banyak yang tidak mengetahui nama saya, setidaknya saya sering menampakkan diri pada warga bahwa sayalah…


Neng Sebelah Masjid 🙂

You might also enjoy:

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *