Transformasi Digital, Langkah BRI Konsisten Mengayomi Negeri
Seperti yang telah diramalkan Brett King dalam bukunya Bank 4.0, akan datang suatu masa di mana transaksi keuangan bisa dilakukan di mana saja. Tanpa perlu singgah ke Bank, nasabah sudah mampu membuka rekening dan melakukan ragam transaksi perbankan. Hanya lewat ponsel, semua layanan perbankan dilakukan dengan cepat, mudah, dan murah.
Digital banking, begitulah namanya. Transformasi digital pada produk dan layanan perbankan yang memanfaatkan Machine Learning, Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan Cloud Computing ini menawarkan value proposition yang lebih baik. Dari sisi nasabah, digitalisasi adalah solusi dari keterbatasan akses layanan perbankan. Bagi negara, digitalisasi perbankan adalah katalisator literasi keuangan masyarakat Indonesia.
Oleh karenanya, institusi perbankan serentak mengarah ke arah digitalisasi. Namun seperti pada umumnya sebuah pergerakan, akan selalu ada yang pertama memulai. Di Indonesia, pionir digitalisasi perbankan adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Akses Perbankan Seharusnya
Hak Seluruh Warga Negara Indonesia
Tak terasa, lima tahun sudah aku menjadi diaspora di negeri sakura. Selama itu, aku sadar bahwa ada hal-hal yang dulunya kuanggap wajar, rupanya adalah sebuah hak istimewa. Bagiku, akses perbankan adalah salah satunya.
Ketika pertama kali tinggal di Jepang tahun 2019, kutitipkan seluruh alat transaksi perbankan (ATM dan buku tabungan) kepada ibu. Tujuannya untuk memudahkan transaksi dalam negeri. Aku di Jepang bisa memantau lalu lintas transaksi lewat internet banking. Ya, aku rasa itu sudah cukup.
Namun ternyata, musibah datang. Tahun 2020, rumah ibuku terbakar dan melenyapkan seluruh benda rumah, termasuk kartu ATM dan buku tabunganku.
Jadilah aku kelimpungan. Demi keamanan (khawatir ada pemulung yang menemukan buku tabungan/kartu ATM-ku), akhirnya aku putuskan untuk memblokir rekeningku. Setelah resmi menjadi kaum unbanked, aku tak dapat melakukan transaksi perbankan lagi. Ingin rasanya segera terbang ke Indonesia untuk membuat kartu ATM yang baru. Namun apa daya, pandemi menutup akses penerbangan antar bangsa.
Alhasil, demi menunjang pekerjaanku sebagai blogger dan penulis buku, aku menggunakan rekening ibuku untuk lalu lintas transaksi keuangan. Pun begitu ketika hendak melakukan transaksi lain.
Sayangnya, penggunaan rekening atas nama orang lain untuk pekerjaan tidaklah mudah. Beberapa agensi ada yang keukeuh ingin membayar ke rekening atas namaku sendiri. Setelah dicoba dan gagal, akhirnya mereka terpaksa transfer job fee lewat rekening ibu meski aku harus melampirkan surat kuasa.
Namun untunglah, beberapa yang lain tidak masalah dengan pembayaran dengan menggunakan rekening orang lain.
Maka ketika akhirnya bisa mudik, segera kupulihkan rekeningku. Aku pun melengkapinya dengan mobile banking yang kabarnya saat ini bisa digunakan di luar negeri.
Kisah yang kuceritakan ini, tak hanya aku yang mengalami. Beberapa diaspora mengalami kesulitan akses perbankan juga, seperti tiba-tiba tak dapat menggunakan mobile banking-nya. Apakah karena mereka mengganti nomer SIM? Aku tak tahu. Yang pasti, beberapa teman yang memiliki usaha jastip, akhirnya menggunakan nomer rekening keluarganya di Indonesia untuk transaksi usaha mereka.
Di dalam negeri sendiri, populasi penduduk Indonesia yang belum memiliki rekening bank (unbanked) ternyata masih banyak. Data yang dihimpun World Bank tahun 2018 mencatat bahwa masih ada 95 juta penduduk Indonesia yang belum terakses layanan perbankan. Jumlah yang fantastis ini, agaknya selaras dengan rendahnya indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia yang berjumlah 38.03% pada tahun 2019.
Meski memiliki indeks literasi yang rendah, angka inklusi keuangan Indonesia ternyata sudah cukup baik. Hal ini menandakan bahwa ketersediaan akses ke berbagai lembaga, produk, dan layanan perbankan sebenarnya sudah sangat banyak. Hanya saja, penduduk Indonesia masih belum banyak yang teredukasi dengan baik, sehingga masih sedikit yang paham manfaat dan risiko dari produk dan layanan perbankan.
Faktor keterbatasan atau pain points lain yang menyumbang rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia adalah:
1. Akses Perbankan Belum Optimal Jangkau Daerah Terpencil
Di daerah terpencil, bank masih jarang ditemukan sehingga masyarakat harus merogoh kocek untuk pergi ke bank. Hal ini mengakibatkan akses layanan perbankan di daerah terpencil belum optimal.
2. Masyarakat Belum Teredukasi dengan Baik
Masyarakat yang belum teredukasi dengan baik menilai bank tidak aman. Mereka pun takut uang akan berkurang karena tersedot biaya admin bank. Selain itu, masyarakat cenderung minta tolong pada rekan/saudara yang sudah punya rekening untuk transaksi keuangan.
3. Produk dan Layanan Perbankan Tidak Efisien
Masyarakat enggan mengakses layanan perbankan karena tidak efisien (harus mengantri, menunggu, dll). Oleh karenanya, layanan perbankan yang bisa diakses kapanpun dan di manapun menjadi value proposition yang didamba masyarakat.
4. Digitalisasi Perbankan Belum Optimal
Produk perbankan sudah mulai didigitalisasi. Namun masyarakat masih harus datang ke kantor cabang untuk aktivasi. Layanan pengaduan secara online pun tidak efektif (lama merespon keluhan nasabah, dll).
5. Akses Layanan Perbankan Terbatas di Dalam Negeri
Diaspora sering mengalami kesulitan aktivasi Mobile Banking di luar negeri karena faktor otentifikasi.
Pain points di atas harus segera ditemukan dengan solusinya. Jika tidak, gap yang besar antara indeks literasi dan inklusi keuangan ini akan membuat masyarakat rentan terjerat kejahatan perbankan.
Ketika bicara solusi, hal itu selalu berkaitan dengan strength. Lantas, apa kekuatan yang dimiliki Indonesia untuk menaikkan indeks literasi keuangan?
Jawabannya, ada pada perilaku penggunaan internet.
Jumlah Penduduk Indonesia Terkoneksi Internet (APJII 2023)
Melirik data yang disajikan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah penduduk Indonesia yang tekoneksi internet adalah 78.19% atau sebesar 251.626.156 jiwa, yang mana hampir seluruhnya mengakses internet dengan menggunakan ponsel. Dari jumlah tersebut, jumlah masyarakat di daerah terpencil yang terkoneksi internet adalah 79.79%.
Besaran jumlah pengguna internet dan smartphone di Indonesia ini bisa jadi solusi menaikan literasi keuangan masyarakat Indonesia. Hal ini berefek pada terbukanya akses layanan atau inklusi perbankan bagi masyarakat di daerah terpencil dan berpenghasilan rendah. Oleh karenanya, transformasi digital di sektor perbankan adalah sebuah kemutlakan.
Berdasarkan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2021, digitalisasi perbankan adalah keharusan untuk akselerasi literasi keuangan Indonesia. Di dalamnya, tercantum 5 elemen utama digitalisasi, yakni data, teknologi, manajemen risiko, kolaborasi, dan tatanan institusi perbankan agar lebih resilien dan berdaya saing.
Meski mengatur seluruh elemen digitalisasi perbankan, OJK mengusung prinsip technology neutral yang berarti tidak mengatur aspek teknis teknologi yang digunakan. Di titik inilah, teknologi jadi pembeda. Setiap bank akan menghadirkan pelayanan digitalisasi yang berbeda dan unik bagi nasabahnya.
Digitalisasi BRI, Ubah Pain Points Jadi Inovasi
Ketika bicara tentang digitalisasi perbankan di Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah pionirnya.
Dimulai dari BRIVOLUTION 1.0 pada tahun 2017, digital DNA mulai ditanamkan ke seluruh unsur pelayanan BRI. Pola pikir seluruh insan BRILiaN (seluruh karyawan BRI) mengarah pada growth mindset yang berarti terbuka pada tantangan, pendekatan baru untuk pemecahan masalah, kritik yang membangun, dan kolaborasi dengan berbagai pihak demi mengakselerasi transformasi digital.
Bagi BRI, transformasi digital bukan sekadar mendigitalisasikan cara melayani nasabah. Lebih dari itu, BRI berupaya untuk membawa transformasi yang berorientasi pada nasabah (customer-oriented) dan menciptakan produk/layanan digital berbasis data (data-driven).
Aku sendiri mengamini dan merasakan betapa transformasi digital BRI ini amat berpihak pada nasabah, seperti kemudahan membuka rekening BRIMo di ponsel ketika posisiku di Jepang, membuka tabungan berjangka untuk anakku, bahkan mencatat laporan keuangan. Wah! Baru kali ini aku menemukan aplikasi perbankan selengkap ini!
Oleh karenanya, produk dan layanan digital BRI adalah jawaban dari semua pain points yang dirasakan nasabah selama ini.
Lantas, apa saja bentuk layanan dan produk digital dari BRI?
Ini dia!
BRImo : Financial Super App
Bisa dikatakan, BRImo adalah solusi atas semua keluhan nasabah selama ini. BRImo amat cerdik membaca tren konsumen yang selalu terbaharui. Pendekatan yang dipersonalisasi amat kental dalam super app ini, sehingga membuat BRImo paling menonjol di antara mobile banking lain.
Bayangkan, BRImo menyediakan fitur buka rekening tanpa perlu verifikasi dengan video call sebagaimana lazimnya aplikasi lain. Keamanan dengan teknologi biometrik membuat nasabah tak kesulitan melakukan login. Desain UI/UX BRImo yang didukung pendekatan customer centric, telah menawarkan user experience yang berbeda dibanding aplikasi lain.
Dibekali dengan lebih dari 100 fitur di dalamnya, BRImo baru-baru ini mendapat penghargaan sebagai Aplikasi Keuangan Paling Inovatif versi Detik Awards 2023. Penghargaan ini melengkapi raihan di tahun-tahun sebelumnya yang menobatkan BRImo sebagai aplikasi mobile banking terbaik.
Kini, sudah ada 30,4 juta pengguna BRImo. Jumlah ini diperkirakan akan terus naik sepanjang waktu mengingat survey SLE tahun 2021 menyebutkan bahwa BRImo adalah primadona di antara aplikasi mobile banking karena meraih skor kepuasan nasabah tertinggi yakni 81,50%.
Dengan adanya BRImo, kini akses pelayanan perbankan bagi penduduk di daerah terpencil sangat terbuka lebar. Bagi diaspora pun, BRImo adalah saviour karena aplikasinya sangat stabil digunakan di luar negeri. Aku bahkan dapat membuka rekening baru dan tabungan berjangka untuk anakku dari luar negeri. Hebat!
BRImo adalah cerminan dari BRI One Culture yang berorientasi pada nasabah. Segala kritik membangun didengar dan diterima, sehingga menghasilkan produk digital yang serba bisa. Jadilah BRIMo sebagai jawaban dari permasalahan nasabah yang ada.
BRIAPI: API Bersertifikat PA-DSS Pertama di Asia Tenggara
Produk digitalisasi BRI lainnya adalah BRIAPI yang merupakan layanan open banking untuk mempercepat proses integrasi produk dan layanan BRI dengan aplikasi pihak ketiga, seperti marketplace (Shopee, Tokopedia, dll), fintech (Gopay, OVO, dll), juga instansi pendidikan dan pemerintahan.
BRIAPI adalah open API pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan sertifikasi PA-DSS (Payment Application Data Security Standard) dari PCI Security Standard Council di Amerika Serikat. Raihan ini melengkapi keunggulan BRIAPI yang sebelumnya memperoleh ISO:27001 di dalam negeri.
Dengan adanya BRIAPI, transaksi keuangan online jadi sat set sat set. BRIAPI adalah perwujudan visi digitalisasi BRI untuk mempercepat inklusi keuangan dan sinergi dalam membangun bangsa.
BRIBRAIN: Otak Digitalisasi BRI
Transformasi digital BRI terus berkembang. Dalam visi terbarunya, seiring laju pemanfaatan AI yang begitu masif, BRI menciptakan otak bagi transformasi digital berbasis AI, yakni BRIBRAIN.
Selain BRImo dan BRIAPI, produk digital BRI lainnya adalah BRISPOT, BRILink, Ceria, BRI Ventures, dan lainnya. Seluruh produk dan layanan digital itu, dipersiapkan menuju transformasi digital berbasis AI.
Meski berfokus pada digitalisasi produk dan layanan, BRI sadar bahwa tingkat adopsi digital dan literasi keuangan masyarakat Indonesia berbeda-beda. Oleh karenanya, BRI mengandalkan penyuluh digital yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia untuk mengedukasi masyarakat. Selain itu, agen BRILink pun menunjang akses layanan perbankan di daerah-daerah.
Dengan upaya tersebut, BRI semakin menguatkan posisinya sebagai hybrid bank yang hadir secara fisik dan digital. Hal ini membuat akses layanan perbankan BRI semakin luas dan efektif.
Digitalisasi BRI, Katalisator Pertumbuhan
Literasi Keuangan Indonesia
Dengan tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat yang tinggi, transformasi digital BRI telah sukses berkontribusi dalam pertumbuhan literasi keuangan masyarakat Indonesia dan juga pahlawan UMKM. Data terbaru dari survey literasi dan inklusi keuangan yang dihimpun OJK tahun 2022 menyebutkan bahwa indeks literasi keuangan Indonesia naik menjadi 49,68% dan ditargetkan akan terus merangkak hingga 53% di akhir tahun 2023.
Prestasi ini tentu merupakan hasil kolaborasi berbagai pihak. Bank Rakyat Indonesia, sebagai bank yang telah 128 tahun mengayomi negeri, konsisten melakukan inovasi dan transformasi sesuai perkembangan jaman, sehingga layanan perbankan di Indonesia kian inklusif.
Hmmm, setelah sukses bertransformasi digital dan kini tengah menyiapkan kekuatan AI, kejutan apa lagi yang akan diberikan BRI di masa depan, ya?
Apakah perbankan berbasis metaverse?
Wah, bisa jadi!
Oleh karenanya, mari kita tunggu bersama inovasi-inovasi terbaik dari BRI untuk Indonesia 🙂
Sumber artikel:
– https://www.bi.go.id/id/bi-institute/BI-Epsilon/Pages/Kepemilikan-Rekening-Tabungan-dan-Akses-Lembaga-Keuangan.aspx
– https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Survei-Nasional-Literasi-dan-Inklusi-Keuangan-Tahun-2022
– https://survei.apjii.or.id/survei/
– https://digital.bri.co.id/article/transformasi-digital-perbankan-bri-tren-disruptif-8qie
– https://digital.bri.co.id/article/customer-experience-fondasi-bank-bri-layani-kebutuhan-agnd
– https://digital.bri.co.id/article/bribrain-bawa-masa-depan-bri-dari-mobile-first-jadi-4xz6
Foto: Canva Image
Olah grafis: Zahra Rabbiradlia
One Comment on Transformasi Digital, Langkah BRI Konsisten Mengayomi Negeri
BRI tuh salah satu bank negri yang ga pernah berhenti berinovasi ya, jadi tetap bertahan di tengah gempuran bank konensional baru yang bermunculan