Pagi itu, negeri Sakura menyambutku. Suhu Jepang di bulan Mei serupa seperti suhu di kawasan Bandung atas. Sejuk.

Suamiku menyambut kedatanganku dengan pelukannya yang hangat. Empat bulan sudah kami berpisah jarak, dan Allah telah mempertemukan kami kembali dalam kehendak-Nya Yang Maha. Air mata menetes dari mataku. Betapa aku merindukan dia, lelaki pertama yang aku cinta dan kini menjelma menjadi suamiku. Tak henti rasa syukurku pada Allah atas pertemuan ini.

Segera aku menyadari, bahwa kebersamaan ini akan diwarnai oleh manis dan pahit pernikahan. Maka selama tiga bulan kebersamaan ini, kami semakin dipahamkan dengan karakter kami masing-masing. Kami harus melalui tawa, tangis, saling diam untuk mampu saling mengerti. Ya, aku semakin dipahamkan bahwa menikah adalah tentang mengendalikan ego masing-masing, belajar untuk memperpanjang sabar dan untuk terus memperbaiki diri. Teringat akan sebuah nasihat indah tentang pernikahan.

Teruslah berjuang untuk menjadi jodoh impian untuk jodohmu.

Ya, menikah bukan hanya semata menemukan sosok idaman, namun untuk menjadi sosok idaman itu sendiri. Dan in tidaklah mudah seperti yang dikatakan. Perbedaan otak dasar manusia terkadang menyebabkan pertentangan. Dan yang ditakutkan bukan semata dia tidak mengerti tentang aku, namun aku yang tidak mampu berbuat yang terbaik untuknya.

Allah tidak akan membebani suatu hal di luar batas kemampuan diri.

Menjalani pernikahan jarak jauh tak pernah terbayang olehku sebelumnya. Selama 14 tahun pertemanan, kami hanya bertemu beberapa kali saja. Bahkan proses menuju pernikahan pun dilakukan dengan jarak jauh. Barangkali Tuhan sedang melatih kami untuk terbiasa berjauhan, supaya lebih kuat saat sudah menikah nanti.

Meski begitu, rindu yang hadir setiap saat selalu meminta untuk dikenyangkan. Aku masih saja sering menangis bila mengingatnya, meski tentu berkabar adalah kegiatan kami setiap hari. Adalah lebih baik bila kami bersama, namun kondisi belum menyambut kebersamaan kami. Seperti yang suami pernah katakan, bersabarlah. Suatu saat nanti kita akan selalu bersama, merenda rumah tangga hingga ke jannah-Nya.

Sembilan bulan bersama. Ah masih sangat muda usia pernikahan kami. Masih banyak yang harus dipelajari, masih banyak impian yang harus dikejar. Bersama, semoga Allah menguatkan kami untuk mampu menghadapi badai pernikahan. Juga untuk bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan. Termasuk kehadiran buah hati kami yang sedang berjuang dalam rahimku. Semoga kami menjadi orang tua terbaik untuknya, mampu mendidiknya dengan sepenuh jiwa sesuai dengan ketentuan-Nya.

Untuk suamiku, aku merindu dirimu setiap detik. Semoga Allah memberkahi engkau selalu dan memelihara nikmat iman dalam dirimu.

You might also enjoy:

1 Comment

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *