Sungguh, tiada yang pernah tahu tentang bagaimana jalan kisah hidup seseorang di masa depan. Semua begitu misteri, penuh kejutan dan seringkali tak tertebak. Ada kuasa lain yang menggenggam hidup setiap insan. Dialah Tuhan, pemilik seluruh alam raya ini.
Mengawali tahun 2015 dengan penuh suka cita. Pada malam pergantian tahun, aku memilih untuk mendekatkan diri pada Tuhan bersama dengan ratusan manusia lain di Masjid An-Nuur Biofarma. Ada dia di antara kumpulan manusia itu. Dia, lelaki yang kupilih untuk menjadi pasanganku. Saat itu aku begitu yakin bahwa dia akan menjadi suamiku. Ya, kami berencana menikah pada tahun 2015.
Namun rupanya segala benih yang kami tuai tak lagi berbunga. Ada hama, ada hujan badai, ada kemarau. Segala kebahagiaan yang kami rasa telah berganti dengan kepedihan. Sungguh tak menyangka bahwa hal ini akan terjadi pada hubungan baik ini.
Lagi, aku mengalami proses pahitnya melepaskan. Sepahit apapun ini, aku berusaha untuk tidak mengutuk siapapun. Sangat berat tentu saja. Namun Tuhan Maha Baik. Akhirnya pemahaman baik itu datang juga. Aku sadar bahwa ia hadir dalam hidupku untuk sebuah pembelajaran. Hingga kini takkan henti rasa syukurku pada Tuhan yang telah mempertemukanku dengan dia dan keluarganya. Juga sejuta kebahagiaan yang pernah ia sematkan dalam hidupku.
Tahun melepaskan dengan ikhlas. Pada penghujung 2015, aku kehilangan seseorang yang kucintai. Dialah uwaku, kakak perempuan ibuku. Ulu, begitulah aku memanggilnya, wafat pada usia 61 tahun karena sakit. Ulu mengalami stroke dan menjalani proses penyembuhan di daerah Bandung atas selama 10 bulan. Ulu melaluinya dengan ikhlas, hingga akhirnya pada bulan November Ulu pulang ke rumah. Ulu sudah sehat, bisa lancar berjalan menggunakan tongkat. Ia kerap memanggilku untuk melihatnya berjalan dengan penuh kegembiraan. Namun ternyata sehatnya Ulu hanya sementara.
Ulu jatuh. Terjadi pendarahan di organ tubuh bagian dalam. Setiap hari Ulu menangis kesakitan. Kami memanggil suster ke rumah untuk merawatnya. Setelah itu, kami hendak membawa Ulu ke rumah sakit. Namun rupanya kesempatan itu tak pernah ada.
Jumat dini hari. Suhu tubuh Ulu bagian bawah sudah mulai dingin. Uwa Endah memanggil Ibu untuk membersamainya menemani Ulu. Lantunan ayat suci, doa dan ucapan semangat menemani Ulu dalam tidurnya. Tepat pukul 1 pagi, Ulu menghembuskan nafas terakhirnya dengan begitu lembut, begitu damai. Ibu menyaksikan itu semua. Lantas meneleponku untuk segera pulang ke Majalaya.
Ulu seperti ingin ditemani oleh Uwa Endah pada saat hari-hari terakhirnya. Uwa Endah dan suami pergi dari Jember pada Rabu sore dan tiba di Majalaya pada Kamis sore. Selang beberapa jam kemudian, Ulu wafat pada Jumat dini hari.
Aku menyesal. Bahwa pada saat terakhir melihat Ulu, aku tidak sedang dalam kondisi terbaikku untuk membuatnya tersenyum. Ulu adalah uwaku yang terdekat. Ulu selalu mendoakan, memberi petuah juga materi yang sangat membantuku. Berjuta kebaikan dan pelajaran telah Ulu sematkan dalam hidupku dan keluargaku. Hal yang begitu menggambarkan Ulu adalah tangannya yang ringan sekali bersedekah. Aku rasa itulah yang membuat kematiannya begitu tenang.
innalilahi wa inna ilaihi rajiun...semoga uwa ijjah dapat tempat terbaik, amiin
Hatur nuhun Ina :*
Subhanalloh, kisahnya cukup mirip denganku, mulai tahunnya, biofarmanya sampai dengan engga' jadi nikahnya. Thanks buat pencerahannya, semoga mendapat ganti yang lebih baik, tepat, serta membawa maslahat... Amiiinnn
Aamiin
#preeet #bhay -___-