Gili Sudak
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Bertasbih dan memuji Tuhan atas keindahan yang kulihat pagi itu. Betapa karya yang agung, menyentuh hati tiap diri untuk mengingat padaNya. Bayangkan saja, pasir pantai putih nan halus, batu karang kokoh sempurna serta gelombang laut yang menenangkan. Dan tengoklah gradasi warna air laut itu: biru muda, hijau dan biru tua, indah tak terkira! Aku rasa bidikan lensa kamera canggih manapun takkan mampu menyaingi apa yang kulihat dengan lensa mataku. Sempurna luar biasa.
gelombang air laut yang tenang
Inilah Gili Sudak, pulau kecil bak surga yang berada di Sekotong, Lombok Barat. Sebuah tempat yang begitu didamba oleh pelancong seperti diriku, begitu tenang dan damai. Gili Sudak ibarat privat beach, kita dapat snorkeling dan diving sepuasnya tanpa harus berpapasan dengan orang lain. Ekosistem laut Gili Sudak begitu indah. Koleksi ikan di pantai ini beragam dan kita dapat melihatnya dari atas air laut. Bahkan dari jarak yang sangat dekat dengan bibir pantai, batuan karang mulai terlihat. Tak banyak turis yang berkunjung kesini, maka layak sudah Gili Sudak disebut sebagai ‘so-called virgin beach’.

Books For Beach

Berbekal beragam buku dan alat tulis, kami melaju dengan perahu menuju Gili Subak. Ombak yang tenang membawa kami pada keceriaan yang indah. Beberapa dari kami melakukan selfie, yang diakhiri dengan gelak tawa. Barangkali karena melihat kelucuan atau keanehan dari wajah yang terekam kamera. Bilamana ada ekspresi wajah yang kurang baik, si empunya wajah bermuka masam dan menyuruh dengan lantang agar foto itu dihapus. Si empunya kamera tergelak dan mendelik penuh kejahilan: akan saya unggah foto ini ke Facebook dengan folder Dibuang Sayang!

Keceriaan ini nyatanya berlanjut dengan keharuan. Setibanya di Gili Sudak, rasa senang bercampur haru membuncah saat melihat sambutan anak-anak di bibir pantai. Ada yang bersorak penuh gembira, ada yang tersenyum manis, ada yang malu-malu dan ada yang menatap kami datar namun penuh rasa ingin tahu.

Menatap sejenak masa kecilku, akupun begitu saat ada guru baru di sekolah. Aku sambut beliau dengan gembira namun malu saat disapa olehnya. Dengan waktu, segala rasa kikuk di awal itu pudar sudah. Semoga saja, kebersamaan kami yang hanya sesaat bersama anak-anak ini dapat menimbulkan kesan yang baik.

kecerian anak-anak 🙂
Kehadiran anak-anak yang berjumlah puluhan ini bukan tanpa alasan. Kami, Muslimah Backpacker, hendak melakukan aksi bakti sosial berupa pembagian buku dan alat tulis kepada anak-anak disekitaran gili di Sekotong. Adalah mas Duta Here yang telah berbaik hati mengkoordinasi masyarakat sekitar untuk berkumpul dalam acara bakti sosial. Acara ini kami namakan ‘Books For Beach’ karena acara digelar di tepi pantai Gili Sudak.
Ini foto mas Duta sebelum nikah 😀 serius banget ya!

Sebagian dari anak-anak terlihat berpakaian seragam. Saat kutanya mengapa mereka tidak sekolah, jawaban mereka adalah karena masuk sekolah siang. Sengaja mereka mengikuti acara Books For Beach sebelum pergi ke sekolah.

” Aku ingin datang ke acara ini karena aku suka buku. Katanya yang membagikan buku adalah orang yang datang dari jauh, Jakarta. “

Aku dan beberapa teman yang mendengar perkataan itu tersenyum.

” Kalau begitu nanti kamu dengarkan baik-baik cerita yang disampaikan ya, juga harus aktif, ada hadiah soalnya. “

Mendengar itu, matanya terbelalak sembari tersenyum manis. Rupanya kebahagiaan bagi anak-anak pulau ini sederhana, cukup dengan buku, cerita dan kehadiran kami, orang-orang yang datang dari jauh.

anak-anak yang mendengarkan dengan khusyuk
Bertopang kayu dan beralaskan jerami, anak-anak begitu antusias mengikuti sesi demi sesi acara Books For Beach ini. Acara dibuka dengan tilawah yang dibacakan oleh puteri mbak Hanifah kemudian sambutan dari mbak Imazahra, pendiri Komunitas Muslimah Backpacker. Selain itu, mbak Ima menyuntikkan semangat positif kepada anak-anak dengan bercerita pengalamannya berkeliling daratan Eropa dan Afrika. Kulihat beberapa anak terpana mendengar penuturan mba Ima.” Kalian harus rajin belajar dan teruslah sekolah. Karena dengan ilmu kalian bisa melakukan hal-hal besar juga keliling dunia untuk melihat kebesaran Allah SWT. “

Acara dilanjutkan dengan sesi cerita yang dibawakan oleh ibu Imas. Beliau bercerita tentang kisah inspiratif Nabi dan para sahabat dengan begitu antusias. Hal ini membuat anak-anak seakan terhipnotis dalam tiap cerita yang disampaikan.

ada yang menatap ke depan, ada yang melihat kawannya 🙂

Acara dilanjutkan dengan sesi pertanyaan berhadiah. Pertanyaan yang diajukan beragam, dari mulai cita-cita hingga pengetahuan umum. Namun rupanya rasa malu menjangkiti hampir semua anak-anak. Perlu ada bujukan dari kami agar mereka mau mengacungkan jari dan menjawab pertanyaan.

“saya!”, sahut gadis berkerudung hijau

Keberanian untuk mengacungkan jari dan menjawab pertanyaan adalah harus diapresiasi. Hal ini dilakukan selain untuk menambah kepercayaan diri, juga dapat menginspirasi anak-anak lain untuk turut aktif.

Yea, dapat buku 🙂

Acara ditutup dengan penyerahan buku dan alat tulis secara simbolis kepada salah satu orang tua yang turut hadir di acara Books For Beach. Selang beberapa menit kemudian, bapak tersebut membagikan buku dan pensil kepada anak-anak yang telah menanti sedari tadi. Terlihat dengan jelas senyuman dari anak-anak dan para orangtua yang hadir.

penyerahan buku secara simbolis oleh mba Imazahra
hore… saya dapat buku!
Kebahagiaan yang berbalut kesederhanaan. Melihat mereka, sesungguhnya membuat diri ini malu atas beragam rongrongan kepedihan kepada Tuhan. Betapa dulu aku mudah untuk bersekolah, mudah untuk membaca karena buku ada dimana-mana, mendapatkan ilmu dari guru-guru cerdas lagi baik dan kesempatan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Sedang mereka?
Lihatlah ini kawan… Sesaat setelah kami meninggalkan bibir pantai, terlihat anak-anak berlarian menuju perahu yang akan membawa mereka menuju sekolah. Ya, sekolah mereka terletak di pulau lain dan setiap hari mereka melakukan hal ini. Dalam hati penuh keharuan aku berdoa, semoga kelak anak-anak gili mendapat kesempatan untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, menggapai cita dan membahagiakan orang tua serta masyarakat di daerah mereka.
Asyik, saya sekolah!

Segala hal yang kami saksikan disini adalah perjuangan putera dan puteri gili untuk menuntut ilmu. Perjuangan yang dilandasi cinta dan semangat untuk belajar. Nilai ini yang juga harus ditanam pada anak-anak di perkotaan. Betapa sekolah dan belajar adalah harga yang mahal bagi anak-anak pulau dan anak-anak pedalaman.

Untuk anak-anak di Gili Sudak, selamat membaca dan belajar ya! Aku menyimpan foto kalian. Berharap saat kita berjumpa nanti, aku masih mengingat kalian dengan baik :).

Pemerintah, dengarkan kami!

Karut marut pendidikan di Indonesia tak lepas dari belum adanya langkah serius dari pemerintah. Distribusi guru dan sekolah yang belum merata hingga ke pedalaman adalah masalah utama. Celakanya, tempat-tempat indah yang ada di Indonesia terletak di pedalaman atau pulau-pulau yang tidak memiliki sarana pendidikan yang baik. Hal ini berakibat pada kualitas pendidikan masyarakat sekitar. Bila saja pemerintah serius dalam hal pendidikan, masyarakat dapat membantu pemerintah dalam mengelola wilayah wisata sehingga nyaman dan aman bagi para turis yang datang.
Seorang turis membutuhkan guide atau informan mengenai daerah yang dikunjunginya. Maka kemampuan bercakap dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang baik harus dilatih kepada setiap warga asli daerah. Hal ini dapat menambah kepercayaan turis untuk mendapatkan informasi akurat dari penduduk asli dan tentu dapat menarik wisatawan lain datang berkunjung.
Selain itu, infrastruktur jalan yang buruk hampir dapat ditemui di wilayah-wilayah wisata di Indonesia. Pemerintah harus sangat serius terhadap pembangunan jalan dan sarana transportasi karena faktor itu menjadi penting dalam menarik wisatawan asing.

Sebuah perenungan

Barangkali tujuan yang benar dalam sebuah perjalanan bukan terletak pada kebanggaan diri. Ada tujuan lain dari perjalanan yang nilainya lebih dari sekedar pamer, yaitu membaca ayat-ayatNya. Penafsiran ayat-ayat disini bukan berarti dalam konteks tertulis. Dengan perjalanan, pada akhirnya kita menyadari bahwa diri ini kecil dan Tuhan adalah Maha Besar, sebuah kesadaran yang seringkali didapatkan saat melakukan perjalanan.
Perjalanan bukan berarti datang dan pergi. Perjalanan dapat melatih diri untuk melakukan aksi kemasyarakatan. Ya, perjalanan merupakan bakti pada nusa bangsa.
Sebuah perjalanan berarti mendekatkan diri padaNya.
Sebuah perjalanan berarti meleburkan diri dengan masyarakat dan lingkungan.
Berada pada sebuah perjalanan bukan berarti mendadak menjadi asing.
Justru dengan perjalanan, kita akan semakin mengenal: Siapa sebenarnya diri ini. 
P.S. Semua foto dalam tulisan ini diambil oleh Andrie Potlot, rekan perjalanan selama di Lombok bersama Muslimah Backpacker.

You might also enjoy:

0 Comments

  1. klo masalah distribusi guru dan sekolah sepertinya saya kurang setuju sih, soalnya di pulau nasi, dan pulau breuh di aceh, sekolah bagus bantuan tsunami, fasilitas sudah memadai. tapi gurunya? mereka nggak mau ngajar kesana. alasannya? jauh.
    sebenarnya, permasalahannya klo yang ada hari ini, adalah ketidak tegasan pemerintah dalam menyebarkan para guru. kadang2 miris liat guru yang nuntut gaji besar tapi kerjanya nggak mau.
    atau kebalikannya, giliran ada yang ikhlas banget jadi guru, malah nggak gaji. nah inilah masalahnya. tegasin aja. klo mau jadi guru, berarti dia harus mau ditempatkan dimana saja. klo g mau, ya berhenti jadi guru.
    kasar sih emang, tapi guru dan dokter itu sama pangkatnya kan? 😀

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *