“Hidup itu bukan soal panjang pendeknya usia, tapi seberapa besar kita dapat membantu orang lain.” – Sutopo Purwo Nugroho
***
Masih membekas dalam ingatan ihwal kepergian Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho setahun yang lalu. Ia, di tengah perjuangannya melawan penyakit berat, tetap semangat menginformasikan berita bencana baik itu kepada awak media atau di akun Twitter pribadinya. Renjananya pada kebaikan telah membawa namanya harum meski ia telah pergi menghadap Illahi.
Adalah kanker paru, penyebab kematian Pak Sutopo. Riwayat pengobatannya yang panjang itu telah berakhir di Guangzhou, Tiongkok. Ragam terapi telah ia upayakan demi kesembuhan. Namun rupanya daya tahan tubuhnya tak kuat lagi melawan serangan kanker yang telah menyebar secara masif ke organ tubuhnya yang lain.
Tak hanya Sutopo, masyarakat Indonesia pun dikejutkan dengan kepergian Ibu Ani Yudhoyono, Ria Irawan, istri Indro Warkop dan komedian Agung Hercules akibat penyakit kanker. Selain itu, baru-baru ini artis muda Vidi Aldiano dikabarkan menderita penyakit yang sama. Betapa kanker bisa menyerang masyarakat tanpa pandang bulu.
Berita perihal kanker tak hanya menyoal para penyintas, namun juga terkait faktor pencetus kanker (penarikan Ranitidin oleh BPOM) dan penemuan obat. Adalah akar bajakah, yang baru-baru ini menjadi viral sebab diklaim mampu menyembuhkan kanker. Ada yang percaya, ada yang menyangkal. Sebab dibutuhkan uji klinis bertahun-tahun untuk menyatakan sebuah tanaman dan zat yang terkandung di dalamnya mampu memberikan angka survival yang baik pada penderita kanker.
Saya sendiri pernah beberapa kali berinteraksi dengan penyintas kanker. Di tengah kesakitan yang mereka rasakan, saya temukan semangat hidup yang membara. Kanker dan kemoterapi yang dijalani memang merenggut keelokan fisik, namun tidak dengan apa yang ada dalam dirinya. Semoga ini menjadi penggugur dosa saya, begitu kata mereka.
Pernah satu kali masa, saya mendonorkan darah bagi salah satu penyintas kanker leukimia. Ia masih anak-anak, belum jua masuk usia sekolah. Saya mendonorkan trombosit melalui proses donor darah apheresis. Rasanya menggigil saat darah dikeluarkan, diproses di alat khusus yang mampu memisahkan trombosit dari sel darah lain, lalu sisa darah dimasukkan lagi ke tubuh saya. Ini baru donor darah yang hanya memakan waktu satu jam. Saya tak mampu membayangkan bagaimana penderitaan adik kecil yang tengah menunggu trombosit ini. Kanker tidaklah mudah. Bagi yang mengalaminya, merekalah pejuang hidup yang sesungguhnya.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Globocan (Global Burden Cancer) 2018, penderita kanker di dunia telah mencapai 18,1 juta orang dengan angka kematian mencapai 9,6 juta jiwa. Jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun ini mempresentasikan perbandingan 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 6 perempuan mengalami kejadian kanker, serta 1 dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan meninggal akibat kanker.

Prevalensi kanker di Indonesia sendiri menempati peringkat ke-8 di Asia Tenggara dan ke-23 di Asia dengan jumlah kasus 348.809 serta angka kematian yang mencapai 207.210 jiwa. Masih dari data yang dirilis oleh Globocan, jenis kanker terbanyak yang dialami penduduk Indonesia adalah kanker payudara (16,7 % dari jumlah kasus) dan serviks (9,3% dari jumlah kasus).

Kemenkes sendiri telah merilis data per 31 Januari 2019 yang menyebutkan angka kejadian kanker di Indonesia meningkat dari 1,4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah provinsi DI Yogyakarta 4,86 per 1000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 per 1000 penduduk dan Gorontalo 2,44 per 1000 penduduk. Data tersebut juga menyebutkan kanker payudara dan serviks merupakan kejadian kanker yang paling banyak dialami penduduk Indonesia.

Sementara itu jenis kanker yang paling sering terjadi pada anak adalah leukimia atau lebih dikenal sebagai kanker darah. Pada pria, angka kejadian kanker tertinggi adalah kanker paru dengan prevalensi 19,4 per 100.000 penduduk dan rata-rata angka kematian 10,9 per 100.000 penduduk. Jenis kanker paru terbanyak adalah kanker paru-paru non sel kecil dengan jumlah 87% kasus.

Angka kejadian kanker yang semakin meningkat ini menjadi perhatian penuh bagi semua pihak. Pemerintah telah membuat ragam kebijakan dari deteksi dini, edukasi kesehatan hingga bantuan biaya pengobatan. Sedang para ilmuwan dan tenaga kesehatan tak henti berinovasi untuk menemukan terapi kanker yang optimal.

Tak hanya itu, peran lintas sektor di luar bidang kesehatan semakin memperlihatkan kepedulian terhadap kanker. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya gerakan peduli kanker baik di dunia nyata maupun maya, relawan dan rumah singgah bagi para penyintas kanker. Adapun peringatan hari kanker sedunia yang jatuh setiap tanggal 4 Februari menjadi momen untuk menyebarluaskan serta meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat tentang kanker yang merupakan pembunuh nomor 2 di dunia. Momen ini juga diharapkan mampu menguatkan komitmen bersama untuk menurunkan beban kanker Indonesia. Pada tahun 2020, hari kanker sedunia mengambil tema #IAmAndIWill.

Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kesehatan Indonesia, telah melakukan ragam upaya pencegahan dan pengendalian kanker dengan memperhatikan 4 pilar utama, yaitu :

  1. Promosi kesehatan, tentang bagaimana Kemenkes memberikan edukasi pada masyarakat khususnya terkait pencegahan kanker.
  2. Deteksi dini, yakni kesadaran melakukan cek kesehatan secara berkala.
  3. Perlindungan khusus, dalam hal ini vaksinasi.
  4. Pengobatan yang dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas, alat kesehatan dan tenaga medis yang mumpuni.
Edukasi kanker kepada masyarakat telah dilakukan secara masif dilakukan oleh pemerintah, baik itu melalui seminar awam, penyebaran informasi berupa iklan layanan masyarakat maupun feed di media sosial. Adapun terkait deteksi dini, pemerintah tak hanya melakukan himbauan, namun juga menyediakan program gratis deteksi dini kanker seperti yang dilakukan oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja bersama ibu negara Iriana Joko Widodo yang melakukan tes IVA pada sekitar 3,5 juta perempuan.

Screening atau deteksi dini pada kanker sangat penting dilakukan sebab jika kanker ditemukan pada stadium lanjut, resikonya akan sangat berbahaya. Menurut Regional Workshop NCCP India tahun 2010, deteksi dini terbukti mampu mendeteksi kanker pada stadium awal (stadium I dan II) sebesar 68%. Deteksi dini pada kanker serviks bisa dilakukan dengan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) dan Papsmear, sedang pada kanker payudara bisa dilakukan dengan metode SADARI (Periksa Payudara Sendiri) dan Sadanis (Periksa Payudara Klinis).

Selain itu, Germas dan pola makan sehat dengan porsi Isi Piringku sangat penting dilakukan. Germas dengan 7 pilar di dalamnya berisi aktivitas sehat dan bersih secara sistematis yang mudah dilakukan oleh setiap komponen masyarakat. Sedangkan Isi Piringku adalah porsi makanan yang harus dikonsumsi setiap kali makan.

Upaya pencegahan dan pengendalian kanker ini harus terus menerus dilakukan sebab masih banyak masyarakat yang awam akan bahaya kanker. Awam oleh karena gejala awal yang ditunjukan serupa dengan penyakit lain, misalnya gejala awal kanker paru, sehingga tidak ada kemauan untuk memeriksakan diri ke dokter dan memilih mengobati secara mandiri. Hal inilah yang menjadi tantangan dalam upaya memerangi kanker di Indonesia.

Selain kesadaran masyarakat akan kanker yang belum terbangun dengan baik, tantangan lain yang dihadapi Indonesia dalam upaya memerangi kanker adalah luasnya wilayah Indonesia, kurangnya ahli onkologi, kurangnya fasilitas kesehatan dan minimnya daya beli masyarakat.

Dalam konteks yang lebih luas, terapi kanker yang ada saat ini sudah banyak jenisnya yakni kemoterapi, operasi, radioterapi, terapi tertarget, terapi hormon dan transplantasi stem cell. Masing-masing memberikan angka survival yang cukup baik. Hanya saja efek sampingnya dirasa masih memberatkan pasien, seperti munculnya infeksi sekunder, anemia, rambut rontok, ruam kulit, diare dan lain sebagainya.

Maka dari pada itu, para ahli dan tenaga kesehatan tak henti berinovasi untuk menemukan terapi kanker terbaik sebagai jawaban dalam upaya masif memerangi kanker di dunia ini. Selama puluhan tahun, mereka terus melakukan penelitian dengan fokus pada aspek abnormal sel, seperti menganalisa pertumbuhan sel ganas maupun mutasi genetik yang membedakan sel kanker dan sel normal.

Saat ini para ilmuan mulai meneliti pengobatan kanker melalui proses normal yang ada dalam tubuh yakni pencarian, deteksi dan penghancuran sel kanker oleh sistem kekebalan tubuh (sistem imun). Maka, ditemukanlah sebuah terapi baru bernama imunoterapi yang pada dasarnya mampu mengembalikan kemampuan sistem imun agar tubuh dapat melawan sel kanker secara mandiri. Kemampuan imunoterapi diyakini semakin kuat sejak mantan presiden Amerika Serikat dinyatakan sembuh dari melanoma setelah diterapi dengan PD-1 inhibitor. Sejak saat itu, pengobatan ini mulai diujicobakan ke jenis kanker lain dan menemukan titik terang.

Mari kita bayangkan tubuh kita adalah sebuah negara yang memiliki pasukan militer hebat bernama sel T. Ia, dengan segala kemampuannya, mampu mendeteksi dan menghukum mafia yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Kekuatannya tak terbantahkan. Jika ada saja satu daerah yang diganggu mafia, sel T akan segera hadir dan membasminya. Hanya saja, mafia pun tak kalah pandai. Ia memiliki siasat ‘kamuflase’ untuk mengelabui sel T sehingga keberadaannya terlihat seperti penduduk biasa. Akhirnya sudah bisa ditebak, sel T tak mampu mendeteksi mafia sehingga kelompok kriminal itu bisa sesuka hati memperluas area kejahatannya.

Mafia yang dimaksud adalah sel kanker, sedang sel T adalah sistem imun yang terdapat di dalam tubuh manusia. Pada dasarnya, sistem imun kita mampu mendeteksi dan membasmi pertumbuhan sel abnormal. Namun pada beberapa kondisi, kemampuan sistem imun menurun oleh karena kamuflase yang dilakukan oleh sel kanker. Adalah protein PD-L1 pada permukaan sel kanker yang menjadi pelaku kamuflase pada sistem imun sehingga sel kanker yang ada terlihat seperti sel normal.

Maka dari itu, para ahli melihat ada celah pengobatan kanker dari perbaikan sistem imunitas tubuh. Adalah William Coley, seorang ahli bedah asal New York yang pertama kali menemukan sebuah teori bahwa sistem imun mampu menekan pertumbuhan tumor. Ia menyuntik pasiennya dengan bakteri untuk menyembuhkan kanker yang dijuluki Coley’s toxin. Sayangnya temuan Coley di tahun 1890-an ini tidak direplikasi oleh ahli lainnya. Tak lama kemudian, penemuan radioterapi dan kemoterapi mengalami kemajuan pesat dan menjadi primadona dalam pengobatan kanker selama puluhan tahun. Sayangnya, alih-alih membunuh sel kanker, kedua metode ini juga merusak sebagian sel normal dan menyebabkan efek samping yang merugikan.

Kini, para ahli mulai melihat kembali imunoterapi sebagai jawaban dari rumitnya pengobatan kanker. Teori ini berlandaskan pada kesadaran bahwa sistem imun mampu berevolusi dan melawan musuh yang sangat rumit dan bervariasi. Tak hanya mengenali satu protein saja, sistem imun juga mampu mengenali ragam jenis protein dan mengembangkan sel-sel memori. Kemampuan sistem imun yang hebat ini akan menyulitkan sel kanker untuk lolos dari pendeteksian dan penghancuran, bahkan jika sel kanker tumbuh kembali setelah bertahun-tahun terapi dihentikan.

Biologi imunitas dan kanker adalah ranah ilmu yang sangat rumit. Tetapi dengan mengetahui aspek mana yang ditargetkan, para ilmuwan dapat mengembangkan pengobatan imunoterapi yang sesuai. Target dari imunoterapi adalah mendeteksi sel kanker yang berkamuflase dengan mengenali immune checkpoint atau protein yang ada di permukaan sel kanker yakni PD-L1. Ketika berikatan dengan protein lain seperti B7.1 dan PD-1, PD-L1 dapat menghambat proses pembentukan dan aktivasi pasukan T di kelenjar getah bening dan menghalangi proses penghancuran sel kanker oleh sel T di dalam tumor.

Tujuan imunoterapi kanker adalah memperkuat dan mengembalikan kemampuan sistem imun dalam menjalankan fungsinya dengan cara memblokir ikatan PD-L1 (checkpoint inhibitor) dengan protein lain sehingga sel T dapat mengenali sel kanker dan menghancurkannya. Jenis obat imunoterapi yang ada saat ini yaitu monoclonal antibody anti PD-L1, anti PD-1 dan anti CLT4.

Imunoterapi memiliki cara kerja yang berbeda-beda yakni ada yang mencari dan menangkal mekanisme yang menghalangi sel T untuk bereaksi, ada juga yang merangsang terjadinya respons imun. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat bersama siklus imunitas kanker dalam infografis di bawah ini.

Imunoterapi kanker bekerja pada tahap pembentukan, aktivasi pasukan sel T di kelenjar getah bening (tahap 2 dan 3) dan penghancuran sel kanker di dalam tumor (tahap 7). Siklus imunitas kanker ini sangat penting dan menjadi kerangka berpikir untuk riset imunoterapi kanker di seluruh dunia. Memahami siklus ini dapat menjabarkan apa yang perlu terjadi agar respons imun berhasil dalam melawan kanker, serta menemukan kombinasi pengobatan yang tepat bagi pasien.

Selain siklus imunitas kanker, setidak-tidaknya ada 3 jenis fenotipe sistem imun yang menjadi fokus dalam riset imunoterapi. Salah satu pendekatan yang dikembangkan adalah membuat sel-sel imun yang bisa mengenali tumor dengan memakai vaksin kanker. Pendekatan ini dikhususkan pada jenis fenotipe immune desert (kondisi dimana sama sekali tidak ada respons imun). Di masa depan, imunoterapi yang ada akan memiliki fungsi merangsang daya infiltrasi sel T ke dalam tumor (fenotipe immune excluded tumor – kondisi dimana sistem imun ada namun tidak aktif) dan memperkuat sel T untuk terus bekerja dan menuntaskan pembasmian sel kanker (fenotipe inflamed tumor – respon imun terlihat aktif namun tidak bisa menyerang).

Imunoterapi yang efektif memerlukan pendekatan berganda, dalam artian kombinasi dari beberapa perawatan seperti radioterapi, kemoterapi, terapi target dan imnoterapi yang lain yang disesuaikan dengan keadaan biologis pasien. Tujuan akhirnya adalah menyusun regimen obat khusus untuk setiap pasien atau yang lebih dikenal sebagai personalized cancer immunotherapy.

 

Kalahkan kanker dengan imunoterapi adalah secercah cahaya bagi para penyintas kanker. Kabar baiknya, para peneliti sedang mengembangkan imunoterapi pada hampir seluruh jenis kanker, dari mulai kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, melanoma, kanker paru, kanker usus besar, kanker ginjal, kanker darah, kanker sarkoma, kanker kandung kemih, kanker prostat, hingga myeloma.

Mengobati kanker dengan imunoterapi berarti percaya penuh pada tubuh untuk mengalahkan kanker secara mandiri. Bersama, mari kita memperkuat percaya pada upaya para ahli dalam menemukan obat terbaik dan menyatukan semangat dalam upaya pencegahan, penanggulan dan pengobatan penyakit kanker.

Akhir kata, silakan hubungi dokter untuk konsultasi lebih lanjut mengenai imunoterapi sebagai terapi kanker.

***

Olah infografis oleh Zahra Rabbiradlia.

Sumber foto :

  1. Shutterstock
  2. Roche.co.id

Referensi tulisan :

  1. https://kalahkankanker.com/imunoterapikanker/
  2. https://www.roche.co.id/id/sekilas_tentang_roche/lingkup_usaha/farmasi/onkologi/imunoterapikanker.html
  3. https://www.kemkes.go.id/article/view/19020500001/deteksi-dini-cegah-kanker.html
  4. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/06/03/kasus-kanker-payudara-paling-banyak-terjadi-di-indonesia

You might also enjoy:

21 Comments

  1. Iya mba, kemoterapi memang primadona dlm pengobatan kanker. Hanya saja efek sampingnya pun mengerikan. Semoga dg imunoterapi ini banyak jiwa2 pemyintas kanker yg terselamatkan ya

  2. Aku survivor tumor ganas mba, nyaris kanker, lar biasa rassaanya waktu itu, naris putus asa.
    Usai operasi sampai sekarang aku berusaha jaga pola makan, pola hidup, sebisa aku.
    Makaash info tentang imunoterapinya mba, manfaat banget

  3. Om saya dan ibu mertua saya terkena kanker Mba. Mereka sudah meninggal dunia. Hanya berbeda waktu beberapa bulan. Jujur saja trauma juga mendengar penyakit ini. Dan nggak dipungkiri pola hidup sekarang ini membuat sering abai tentang kesehatan. Sayapun sedang berusaha kembali rajin membuat aneka jus sayuran mudah2an bisa jadi ikhtiar jaga kesehatan

  4. Masya Allah ada nama dosenku disebut. Beliau memang benar-benar sosok cerdas yang tegar menghadapi penyakitnya. Jadi sedih lagi karena aku nggak bisa bertemu beliau di saat melawan kanker

  5. Innalillahi wainna ilaihi raaji'uun. Turut berduka cita ya mba. Sy blm sepenuhnya pola hidup sehat juga. Meski begitu diusahakan setiap hari pasti makan buah, sayur dan perasan lemon

  6. aku pernah dengar kalau penyakit paling parah itu ada di pikiran kita.. semoga teman-teman survivor kanker bisa berpikir bahwa ia akan sembuh, dan tentunya dibantu dengan terapi seperti imunoterapi ini..

  7. Jadi inget alm Mama yg terkena kanker serviks dan sdh tiada 2008 lalu. Saking awamnya ttg penyakit ini, memang jd bingung pas penanganannya mbak. Semoga ikhtiar para ahli utk mengembangkan imunoterapi menghasilkan temuan bermanfaat ya. Nice sharing mbak

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *