Langit tampak begitu cerah ketika aku terbangun dari tidur yang lelap. Dari balik pesawat, tampak gugusan pegunungan berkontur khas dengan patahan-patahan unik yang belum pernah kulihat sebelumnya. Badland, demikian formasi itu dinamakan, menyajikan gradasi warna pegunungan ciamik, yang biasanya ditemukan di daerah beriklim kering seperti gurun.

“Apa aku sudah sampai di benua Amerika?” pikirku.

Dengan segera, kulihat flight tracker yang ada dalam layar Inflight Entertainment di hadapanku. Ternyata, pesawat All Nippon Airways ini sudah tak lagi mengudara di atas Samudera Pasifik. Pesawat yang membawaku terbang dari Tokyo ini sekarang ada di atas daratan nan luas. Jadi, memang benar. Aku sedang ada di atas langit Amerika!

Kucoba untuk menilik lagi informasi penerbangan pada layar itu. Saat ini pukul 3 sore, katanya. Keningku mengernyit. Kok tiba-tiba sudah sore lagi?

Seingatku tadi, langit begitu temaram ketika akhirnya aku tertidur pulas. Hitung-hitunganku mengatakan, jika waktu tempuh penerbangan Tokyo menuju Los Angeles memakan waktu 10 jam, setidaknya aku akan tiba di LA pada keesokan paginya. Namun kenyataannya, kami dijadwalkan akan tiba di Los Angeles International Airport (LAX) pada Jumat sore. Padahal, aku pergi dari Jakarta sejak Jumat pagi!

Ini sungguh membingungkan. Aku sudah terbang selama nyaris 24 jam, tetapi kok masih ada di hari Jumat?

Ternyata, jawabannya ada pada perbedaan waktu perputaran bumi. Los Angeles adalah 14 jam lebih lambat daripada Jakarta. Dengan begini, jelas sudah. Aku telah melakukan perjalanan ke masa lalu!

Los Angeles bukanlah titik akhir perjalanan kami. Keesokan paginya, kami harus menempuh perjalanan darat sejauh 785 km menuju Tucson di Arizona, membelah formasi badlands yang sebelumnya kulihat dari atas pesawat. Jarak tempuh seperti dari Jakarta ke Surabaya ini memakan waktu yang lama, berkisar antara 9-10 jam. Namun itu semua dibayar lunas oleh suguhan pemandangan gurun dan flora khasnya, juga ladang panel surya dan kincir angin yang selama ini hanya bisa kulihat di kartun atau film-film barat.

Ya, Arizona adalah tujuan kedatanganku ke Amerika. Berkunjung ke the University of Arizona, lebih tepatnya. Dalam tujuh hari ke depan, aku berkesempatan menyusuri hampir setiap sudut universitas tertua di negara bagian Arizona ini. Sebuah pengalaman berharga yang takkan pernah kulupakan, sebab ini adalah mimpi yang sudah lama kuinginkan: jadi mahasiswa di salah satu universitas terbaik di dunia.

Lalu, mengapa aku bisa mendapatkan kesempatan emas ini?

Lewat Kompetisi Blog Sampoerna, Aku Bisa Jadi “Mahasiswa” di Universitas Arizona.

Sepuluh tahun lalu, jika tidak salah. Aku melihat sebuah flyer dari @america tentang program summer school ke Universitas Arizona. Ada foto sekelompok anak muda sumringah yang membawa spanduk, dengan latar belakang Grand Canyon. Aku tersenyum melihat foto itu dan membayangkan andaikata ada aku di antara mereka.

Sepuluh tahun kemudian, bayanganku terwujud. Aku benar-benar pergi ke Arizona!

Lewat blog, impianku bisa terwujud. Semua ini berkat kesempatan yang diberikan oleh Sampoerna University lewat kompetisi bernama Bright Future Competition. Ada 3 kategori yang dilombakan saat itu, yakni media, blogger, dan student competition. Aku meraih juara di kategori blogger bersama Nabila Ghaida Zia.

| Tulisan blog yang kutulis untuk lomba adalah : Akselerasi Kualitas Pendidikan Indonesia Dengan Kurikulum Internasional dan Peran Kompetensi Global STEAM Dalam Menghadapi Dunia Kerja |

Raihan ini membawaku berkesempatan trip ke Amerika selama 2 minggu. Dalam kurun waktu itu, kuhabiskan 7 malam di Arizona. Di sana, kami melakukan visiting Universitas Arizona, melihat Taman Nasional Sabino Canyon, sampai berkunjung ke museum yang dulunya adalah tempat eksperimen manusia hidup di Mars.

Di Universitas Arizona, kami melakukan kunjungan ke beberapa fakultas, perpustakaan, laboratorium, memorial building, planetarium, sampai research center. Aku sampai geleng-geleng kepala. Ternyata ada, ya, universitas yang selengkap ini!

Mengedepankan riset dan teknologi, the University of Arizona Jadi Top 50 Universitas Terbaik

Saking takjub pada fasilitas dan badan riset kampus, aku sampai beropini bahwa University of Arizona ini punya fasilitas yang bahkan sekelas negara pun belum tentu punya. Bayangkan, ada planetarium dan laboratorium pembuatan cermin teleskop bumi terbesar yang terletak di dalam kawasan kampus!

Fakultas yang ditawarkan pun beragam. Dari mulai sains, humaniora, kesehatan, bisnis, hingga arts, yang seluruhnya menggunakan kurikulum terbaik, yakni US Curriculum. Tak cukup sampai di situ, terdapat pula museum dan beberapa memorial building yang letaknya masih di dalam kawasan kampus. Bayangkan, betapa luasnya University of Arizona ini!

Tertawan Nuansa Retro Kawasan Kampus

Meski terletak di tengah gurun, ada banyak sekali lahan hijau di lingkungan University of Arizona (UoA). Sejak masuk gerbang kampus, mata ini sudah dimanjakan oleh hamparan rumput asri, yang berpadu dengan rimbunnya pepohon palem dan kaktus yang tingginya tiga kali lipat tinggi orang dewasa.

Banyak sekali pohon dan tanaman yang dilestarikan di dalam kawasan kampus. Misalnya di dekat Old Main, gedung kampus yang ada sejak universitas ini didirikan tahun 1885, terdapat pohon yang masih ada sejak bangunan tua itu didirikan.

Bangunan arsitektur kampus pun sangat retro. Dengan mengusung gaya brickwork, kampus ini memberi kesan hangat dari perpaduan warna merah bata dan hijaunya rerumputan. Ya, kampus ini punya nuansa earth tone.

Ketika memasuki bagian inti kampus, aku terpikat pada lapangan luas yang hampir seluruhnya ditanami rumput. Kata Valentino Giovanni, pemandu kami yang juga merupakan koordinator pendidikan internasional UoA, tempat ini bernama USS Arizona Mall Memorial. Uniknya, ada kisah heroik di balik pembangunan kawasan hijau ini, lho!

Diceritakan bahwa Mall Memorial ini mulai dibangun pada tahun 2016, tepat pada peringatan 75 tahun pemboman Pearl Harbor. Luas Mall Memorial ini adalah seluas kapal USS Arizona yang diserang di Pearl Harbor. Di dalam tugu peringatannya, terdapat lonceng kampus UoA yang ternyata merupakan lonceng kapal USS Arizona yang berhasil diselamatkan.

Dengan demikian, lingkungan hijau dan arsitektur bangunan kampus UoA adalah harmoniasi dari tradisi, sejarah, serta sustainability.

​

Student Success District: Cerminan Nyata Integrated Learning System

Mengusung semangat inklusivitas, University of Arizona adalah rumah bagi semua. Ada banyak sekali bentuk support yang diberikan kampus kepada mahasiswanya. Itu semua, ada di dalam naungan Student Succes District.

Selain modern library yang merupakan satu dari beberapa fasilitas yang ditawarkan Student Success District, ada pula The Barlett Academic Success Center yang menawarkan dukungan holistik bagi seluruh mahasiswa. Dari mulai konsultasi akademik (memilih jurusan dan minat), peluang karir, kerja kelompok, mentor untuk menulis assignment, bahkan fasilitas lain seperti cafe, gym, wellness, juga ruang meditasi dan ibadah.

Dan tahukah kamu, siapakah tokoh di balik Student Success Distric ini?

Dialah Nina Bates, orang Indonesia yang berpangkat direktur Operations and Strategic Initiatives di Office of the Provost. Hebat sekali! Ada orang Indonesia yang masuk dalam jajaran rektorat University of Arizona!

Dengan bangga kuceritakan bahwa aku sudah mencoba satu dari fasilitas yang diinisiasi Bu Nina ini. Praying room, tentu saja. Jadi sekarang tak perlu khawatir mencari ruang ibadah ketika kamu sekolah atau berkunjung ke Universitas Arizona, ya!

Nah, program sokongan untuk students ini ada di dalam gedung yang bernama Bear Down yang juga merupakan motto dari University of Arizona. Bear Down sendiri merujuk pada semangat dan kegigihan dalam berjuang. Motto ini diambil dari kata-kata terakhir yang diucapkan oleh John “Button” Salmon, seorang mahasiswa altetik University of Arizona yang meninggal dalam kecelakaan mobil tahun 1926.

Bear Down ini ada lagunya. Mars Bear Down diputar setiap harinya di seluruh kawasan kampus.

Selain itu, Universitas Arizona punya maskot yang juga mencerminkan semangat dan kegigihan. Itulah Wildcat spirit. Semangat ini juga merepresentasikan pegelaran olahraga Universitas Arizona.

Berkelana ke Luar Kampus: Biosphere dan Arizona Tech Park

Ternyata, ada juga badan riset Universitas Arizona yang terletak di luar kampus. Itulah Biosphere yang dulunya merupakan pusat riset manusia hidup di Mars, juga Arizona Tech Park yang merupakan rumah dan inkubator untuk perusahaan startup teknologi.

Di kawasan Tech Park ini, ada Solar Zone yang digunakan oleh Tucson Electric Power untuk memperluas sumber daya energi terbarukannya di Arizona Selatan. Keren!

Lima Hari Jadi “Mahasiswa” di Kampus Terbaik Dunia

Senang, bangga, dan terharu. Itulah perasaanku ketika mengunjungi University of Arizona. Meski hanya sesaat, aku semakin meyakini bahwa ini adalah universitas terbaik yang menawarkan fasilitas pembelajaran terbaik dan modern.

Kabar baiknya, sekarang mahasiswa Indonesia bisa merasakan kuliah di University of Arizona lewat program double degree dari Sampoerna University. Jadi, kamu bisa lulus dengan dua gelar: S1 dari Sampoerna dan BA dari University of Arizona. Keren, bukan?

Ceritaku tentang Universitas Arizona tidak berhenti sampai di sini. Oleh karena itu, nantikan ceritaku selanjutnya, ya!

You might also enjoy:

4 Comments

  1. Barakallahu ya kak memenangkan lomba blognya. Daku engeh ini sama lombanya, dan masyaAllah banyak hal bermanfaat dan pastinya jadi pengalaman berkesan bisa ngetrip ke Arizona ya.

  2. Bahagia sekali Mba dengan semua pencapaian ini. Awalnya saya lihat di Instagram, senang kini bisa membaca seluruh kisahnya di sini, meski masih penasaran bagaimana dengan kisah selanjutnya. Ditunggu ya ...

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *