Allah has already written the names of your spouse for you. What you need to work on is your relationship with Allah. He will send her/him to you when you’re ready. It is only a matter of time.

Entah berapa kali aku membaca nasihat serupa : Jodohmu akan datang disaat kamu sudah siap. Jadi, tugasmu sekarang adalah memperbaiki diri. Setiap kali membaca pesan tersebut, aku bersolilokui : Sudahkah aku berupaya dengan baik untuk menjemput jodohku?

We always feel that Allah’s blessings never come on time. But the truth is, they are always on time, but we are always in a hurry. – Dr. Bilal Philips

Deg!

Aku terdiam. Betapa indahnya dua baris kalimat itu. Cinta, keberkahan dan keridhoan Tuhan selalu mengalir dalam hidupku. Aku saja yang bebal. Tidak merasakan nikmat yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, aku malah mengutuk kehidupan dan bertanya-tanya : kapan aku mendapat kenikmatan seperti si A, si B, si C?

Celakanya, pertanyaan semacam itu seringkali ku kaitkan dengan pernikahan.

Kapan ya aku nikah? Seneng banget liat dia udah nikah dan punya anak. Usianya di bawah aku padahal, hiks! Kapan atuh aku bisa menyempurnakan sayap? Bosen sendiri terus 🙁

Pertanyaan aneh, itu yang bisa kukatakan. Aku menjadi semacam ‘memaksa’ Tuhan lewat keluhan dan doa yang tidak indah didengar. Padahal Tuhan sudah menetapkan dengan pasti, kapan dan dengan siapa aku menikah nanti.

Aneh. Seribu topan badai : Aneh! Aku seperti mempertanyakan hal yang sudah Allah tetapkan dengan pasti.

Mempertanyakan selalu tentang jodoh, tapi lupa mempersiapkan diri. Lupa juga bahwa menuju pernikahan suci haruslah ditempuh dengan cara yang baik.

Dalam Solilokui : Edisi Jodoh, aku mengatakan bahwa aku ingin melalui proses pengenalan calon suami dengan jalan yang baik. Maksudnya, aku tidak ingin ada kontak berlebih dengan calon suami. Nama kerennya ta’aruf. Nama umumnya pacaran (dengan cara yang baik). Mmm, sebenarnya defini awal pacaran itu mengenal calon suami, kan? Tidak melulu berduaan kan? Namun semakin berkembangnya jaman, definisi pacaran itu menjadi hal yang dihindari oleh sebagian orang, termasuk aku.

Pernahkah aku pacaran? Oh, sangat pernah. Aku pernah memanggil laki-laki dengan sebutan : sayang. Kalau diingat lagi, rasanya enek banget pernah mengatakan itu pada lelaki asing. Yiak, gak mau-mau lagi!

Pernah ta’aruf rasa pacaran? Oh, pernah. Masa awal perkenalan, kami berhubungan via makcomblang. Segala maksud dan pertanyakan disampaikan lewat makcomblang. Merasa nyaman dan aman melalui proses ini. Namun karena waktu ta’aruf-nya lama, jatuhnya seperti pacaran. Piuh, gak mau-mau lagi!

Pernah ta’aruf? Pernah. Prosesnya dipantau langsung Om-ku yang pernikahannya via ta’aruf juga. Lebih merasa nyaman dengan cara ini. Juga tidak ada rasa sedih saat prosesnya batal. Ya, mau-mau kaya gini lagi!

Jika dipikirkan dan ditimbang baik buruknya, aku lebih memilih menjadi jomblo daripada menjalani proses pacaran, atau ta’aruf rasa pacaran. Dua proses itu tidak menyenangkan. Karena di satu keadaan, aku pasti akan merasa kagok. Atau tetiba muncul kesadaran jika cara ini tidak baik. Ujung-ujungnya aku memilih untuk menghindar.

Kalau kamu bagaimana?

“Karena menjadi jomblo itu bukan nasib, tapi pilihan yang baik. “

You might also enjoy:

0 Comments

  1. Subhanalloh, semoga tetap terjaga hingga saatnya kelak ya Neng. That's right that "We always feel that Allah's blessings never come on time. But the truth is, they are always on time, but we are always in a hurry."

  2. tenang teh! jangan ngegalau gitu.. klo tetep ngegalau ke aceh aja teh banyak tempat untuk ngegalau bareng hehehe
    oh ya btw, perihal jodoh, itu, susah susah senang ngomonginnya. menurut saya, jodoh itu jorok teh..
    pengennya janda, dapatnya gadis..
    pengennya sukabumi, dapetnya bumi rencong 😀

    tidak pernah ada yang tahu.. pas ketemuan, eh tiba2 langsung ok.. ya udah lanjut..
    jadi jodoh itu? bahasa mudahnya sama seperti kita bercermin. persis tapi terbalik 😀

    #curcoldehgw wkwkwkw

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *