Aku selalu suka pagi. Saat dimana embun masih tampak bergelayut di ujung dedaunan dan kabut yang tampak mengisi seluruh ruang dunia. Pagi selalu mengartikan damai dan juga harapan-harapan baru. Ah pagi… dengan indahnya kau mencipta suasana positif bagi siapapun yang menyapamu.

Pagi itu, -di suatu hari dalam bilangan bulan Desember- kulihat alarm schedule di iPad berdering. Reminder: Today 08.00 Townhall Meeting December, begitu pesan itu berbicara. Awalnya tak kuindahkan pesan itu. Namun tetiba kuingat, bukankah ada hal penting yang kunantikan dari townhall meeting kali ini? Maka sempurna sudah pagi itu tampak berbeda. Kulihat tak ada kabut dan embun yang menyejukkan. Yang ada hanyalah hawa panas penuh rasa penasaran dan juga denyut jantung yang memompa lebih cepat. Sungguh, aku tak sabar untuk mendengar hal penting itu.

***

Rupanya rasa penasaran telah hinggap di seluruh pemikiran teman-temanku. Sedari tadi kami membicarakannya dan tak sabar menantikan berita penting itu mengemuka. Dimana tempat berlangsungnya meeting nasional 2014?  Akhirnya slide penting itu muncul juga. Berdebar kami menantikan gambar dan kata yang akan muncul di slide itu. Ah! Panitia townhall meeting kali ini pandai betul memainkan suasana hati kami. Deg deg-an…


W h e r e  w i l l  w e  g o ? ? ?

…makin deg deg-an…

A r e  y o u  r e a d y ? ? ?

……………………………

H O N G K O N G   and    M A C A U !!!


Tak pelak berita mengejutkan itu disambut meriah oleh seluruh karyawan dari Sabang sampai Merauke. Seruan YES dan ASYIK mengisi ruangan kami pagi itu. Meeting nasional di Macau? Wow !!! 

Pagi itu, lagi dan lagi kusambut janji dan harapan yang baru.

Macau… Here we go!!!

***

Tentang Macau

Selama ini, aku tahu bahwa lazimnya orang pergi ke Macau untuk berbulan madu, hiburan atau sekedar kelana. Rasanya baru kali ini mendengar tujuan pergi ke macau adalah untuk meeting. Sesuatu yang baru, bukan?

Pengetahuanku akan Macau minim sekali. Aku hanya tahu bahwa Macau merupakan bagian dari China dan letaknya dekat dengan Hongkong. Tapi tunggu! Ini membingungkan. Jika Macau adalah bagian China -yang mana Hongkong juga ada di dalamnya-, mengapa ada perbedaan mata uang dan
juga bendera?

Setelah mencari informasi lebih jauh, barulah aku tahu bahwa Macau merupakan salah satu dari dua Daerah Administratif Khusus (SAR) Republik Rakyat China. Dan seperti halnya Hongkong, Macau mengambil keuntungan dari prinsip ‘satu negara, dua sistem’. Jadi jangan heran, bila hendak bertandang ke Macau melalui Hongkong, kita harus melewati bagian imigrasi terlebih dahulu.

Dari Hongkong ke Macau dengan Turbojet

Sesaat setelah tiba di Bandara Internasional Hongkong, kami langsung menuju HK-Macau Ferry Terminal dengan menggunakan bis pariwisata khusus yang disewa oleh perusahaan. Lucunya, guide di bis kami ini adalah orang asli Tegal berwajah mandarin yang telah menjadi penduduk Hongkong. Beliau sering menjadi guide bagi wisatawan Indonesia yang berkunjung kesini. Kami menggunakan Turbojet kelas ekonomi untuk menuju Macau. Harga tiket seharga HK$ 195 atau berkisar Rp. 300.000,-. Harga yang cukup mahal mengingat kami menyebrang pada hari Minggu.

Perjalanan menuju Macau ditempuh selama +/- 1 jam. Maka istirahat adalah pilihan yang tepat untuk mengisi perjalanan nyaman ini. Ya, walaupun kelas ekonomi, Turbojet ferry ini sangat nyaman. Tiap sudut ferry tampak bersih dan rapi. Tak ketinggalan kursi empuk dan nyaman yang tentu saja menjadi primadona. Sebagai catatan, penumpang yang menaiki Turbojet diperbolehkan membawa bagasi max 20 kg. Bila berat melebihi batas, penumpang wajib membayar biaya tambahan sebesar HK$ 25.

Meeting di The Venetian Macau

Kami tiba di Macau sekitar pukul 18.00 dan langsung menuju The Venetian. Sepanjang perjalanan menuju hotel, mataku tertegun melihat kilauan cahaya indah yang bersumber dari lampu gedung maupun jembatan. Arsitektur kota Macau begitu apik, modern dan mewah. Macau di malam hari begitu memanjakan mata. Negara ini hebat! Rasa takjub semakin memancar kala kami tiba di The Venetian. Inikah tempat kami menginap selama di Macau?

Rasanya seperti mimpi dapat menginap di hotel tunggal terbesar di Asia sekaligus bangunan terbesar ke-6 di dunia. Konon kabarnya, luas The Venetian setara dengan 56 lapangan sepakbola dan cukup untuk menampung hampir 100 pesawat jenis boeing berbadan lebar. Wow!

Saat memasuki kamar hotel, wajahku mengekspresikan keterkejutan yang menjadi-jadi. Kamarku begitu luas dan mewah. Ada pagar kayu yang memisahkan ruang tidur dengan ruang kerja. Juga ada beragam lukisan berkelas yang menggantung di beberapa bagian dinding kamar. Selain itu, ada 2 TV dan fasilitas Wifi gratis yang memudahkan kami untuk berinteraksi satu sama lain. Sesaat setelah pandanganku menyapu seluruh isi kamar, kupusatkan seluruh perhatian pada tempat tidurku. Kasur nan empuk dengan tirai indah yang menjuntai. Oh Venetian, kau bak istana!

Jika di Indonesia kami leluasa menggunakan bahasa ibu, disini kami harus bercakap dengan bahasa Inggris dan bahasa isyarat. Rupanya tidak semua petugas The Venetian fasih berbahasa Inggris. Jadi ingat peristiwa lucu saat bertanya letak kamar pada seorang satpam berbadan tambun. Mulanya ia tak mengerti pertanyaanku. Namun setelah kutunjukan kunci kamar, ia mengerti dan mulai menjelaskan dengan bahasa Canton yang super duper cepat seraya mengayunkan lengan memberi petunjuk.

Sesaat aku berfikir, berapa total biaya yang diperlukan untuk membangun dan mempercantik The Venetian? Mengingat kemewahan selalu terpancar dari tiap sudut hotel; pintu kokoh berukir indah, lampu kristal nan mewah serta tembok dan karpet yang cantik.

Kemewahan juga terpancar saat jamuan makan tiba. Berbagai sajian menu tampak memenuhi ruangan yang disulap khusus untuk jamuan makan karyawan. Selama di The Venetian, aku tak dipusingkan dengan urusan memilih menu halal karena pihak perusahaan telah memesan secara khusus tempat dan makanan halal selama meeting berlangsung. Hamdallah.

Aku menghabiskan waktu 4 malam di The Venetian. Waktu yang lebih dari cukup untuk memanjakan mata dengan keindahan desain interior hotel mewah ini.

The Venetian merupakan tempat yang wajib dikunjungi selama berada di Macau. Di dalamnya kita bisa melihat tiruan kanal-kanal cantik beserta gondola seperti di Venesia, Italia. Selain itu The Venetian memiliki ratusan pusat pertokoan dari merk-merk tenama seperti GUCCI, ZARA, Bershka, Louis Vuitton, Cartier, Victoria’s Secret dan masih banyak lagi dengan harga lebih murah dibanding di Indonesia. (Macau membebaskan bea masuk bagi barang-barang impor)

Saat memasuki Grand Canal Shoppes yang berada di lantai 2 The Venetian, aku begitu terkesan dengan langit tiruan yang berada di kawasan kanal. Nampak seperti langit sungguhan! Belum lagi dengan sungai buatan yang tampak seperti asli -dan tentu saja bersih- dengan hilir mudiknya gondola yang ditumpangi sepasang kekasih. Romantis!

Memahami segala keindahan yang ditawarkan The Venetian, nampaknya berbulan madu adalah tujuan wisata yang paling tepat. Bagaimana dengan meeting? Ah, itu adalah tujuan wisata yang beda!

Cotai Strip di Malam Hari

Macau di malam hari begitu indah. Permainan warna dan desain lampu di setiap hotel di Cotai Strip ini begitu memanjakan mata. Cotai Strip merupakan wilayah hasil reklamasi yang menghubungkan pulau Coloane dan Taipa (Cotai). Wilayah ini merupakan pusat hiburan, perbelanjaan dan hotel-hotel mewah di Macau. Karena itulah, selepas meeting dari pagi hingga sore, aku putuskan untuk menjelajahi beberapa hotel megah yang berada di Cotai Strip ini.

Selain The Venetian, Cotai Strip memiliki hotel lain yang tak kalah megah, antara lain Crown, Hardrock, Galaxy dan City of Dreams. Setiap wisatawan boleh masuk ke dalam hotel-hotel tersebut. Aku memilih untuk masuk ke dalam Hardrock dan juga Galaxy.

Setiap hotel memiliki shuttle bus yang menghubungkan antar hotel di kawasan Cotai Strip. Jadi kalau kecapekan jalan kaki, kita bisa memilih menggunakan bus.

Menikmati Macau lebih jauh: Menuju Ruins of St Paul Church

Memanfaatkan waktu lapang di sore hari, kami memutuskan untuk keluar dari Cotai Strip menuju Ruins of St Paul Church. Dari Venetian, kami naik shuttle bus ke Galaxy. Setelah itu kami naik bis lagi menuju kawasan Senado Square. Oya, jangan tanya bayar berapa, semua Free! 🙂

Ada hal menarik nan menggelitik yang kucermati selama berada disini. Rupanya Macau dan Indonesia memiliki kesamaan sejarah kelam penjajahan. Sama-sama dijajah bangsa asing dalam kurun waktu ratusan tahun. Macau dijajah oleh bangsa Portugis selama +/- 450 tahun, lebih lama dari Indonesia. Maka jangan heran bila tulisan Portugis akan banyak dijumpai di petunjuk jalan dan berbagai informasi umum lainnya. Pun begitu dengan banyaknya arsitektur peninggalan Portugis.

Senado Square merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh wisatawan. Di dalamnya terdapat berbagai macam gereja antik dan bangunan bergaya art deco yang wajib untuk dikunjungi. Jalanan di Senado Square terbuat dari batu berpola yang nyaman bagi pejalan kaki. Sebutan akrab untuk jalan ini adalah roman road dan banyak terdapat di negara-negara Eropa Barat salah satunya Portugal.

Untuk mencapai Ruins of St Paul Church, kita harus melewati beberapa toko yang menjual makanan, pakaian, kosmetik, obat maupun cinderamata. Disana, terlihat banyak toko dari brand ternama seperti Giordano, Body Shop, Haagen Dash, Turkish Ice Cream dan lainnya.

Sesaat setelah menikmati suasana pasar yang cukup ramai, tibalah kami di reruntuhan gereja St Paul Church. Menurutku, malam bukan waktu yang pas untuk berkunjung kesini. Cahaya yang temaram membuat hasil foto kurang bagus. Belum lagi saat kami tiba, cahaya di sekitar gereja belum dinyalakan.

Konon, katedral St Paul ini dibangun pada tahun 1582 dan merupakan gereja terbesar di Asia. Namun karena peristiwa badai topan pada tahun 1835, katedral ini terbakar dan hanya menyisakan sepotong dinding fasade. Walau begitu, masih terlihat keindahan relief yang tersisa disana.

Jika melihat postcard yang bergambar St Paul Church, aku melihat banyak taman bunga di sisi gereja. Tampak indah. Namun karena berada disana pada malam hari, keindahan itu tak bisa kulihat dengan utuh.

Sebelum kembali ke hotel, tak lengkap rasanya bila tak membeli cinderamata. Seperti biasa, aku membeli banyak barang sebagai cinderamata bagi keluarga dan sahabat. Aku membeli cukup banyak postcard, pajangan, juga gantungan kunci. Bila kita tidak sempat menukarkan HKD ke MOP (mata uang Macau), kita bisa membayarnya dengan HKD. (Hampir semua toko di Macau bisa menerima HKD, namun ini tidak berlaku kebalikannya, MOP tidak berlaku di Hongkong).

Kembali ke Hongkong dengan CotaiJet

Berbeda dengan saat berangkat, kami kembali menuju Hongkong dengan menggunakan CotaiJet. Letak terminal ferry yang berada di Taipai membuatku dapat melihat bandara Macau. (Terminal ferry CotaiJet berbeda dengan Turbojet). Menurutku, ferry ini lebih nyaman dibandingkan dengan Turbojet. Kelebihan lain adalah CotaiJet tidak memberlakukan penambahan biaya bagasi yang beratnya lebih dari 20 kg.

***

Pengalaman meeting di Macau selama 4 hari telah memberiku banyak pemahaman baru. Bagi sebuah negara yang dijajah bangsa asing selama lebih dari 4 abad, Macau telah menunjukkan kemajuan yang pesat dari bidang ekonomi juga pariwisata. Macau memiliki landskap yang unik antara sejarah dan budaya, sehingga pada tahun 2005 Pusat Sejarah Macau tercatat sebagai Daftar Warisan Dunia UNESCO.

Jika suatu saat diberi kesempatan untuk kembali ke Macau, aku ingin menjelajahi negara ini dengan lebih dalam. Rasanya ingin sekali bermain di Macau Fisherman’s Wharf, mengunjungi A-Ma Temple, mengunjungi ‘the quiet place’ di desa Coloane dan desa Taipa, bersepeda di Taipa Grande dan Taipa Pequena, pesta kuliner di Rua do Cunha dan mengunjungi Museum de Macau.

Atau bungee jumping dan Skywalk X di Macau Tower?

Siapa tahu.

Ya, harapan itu selalu ada. Pasti 🙂

You might also enjoy:

1 Comment

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *