Hai semua! Sudah lama sekali saya tidak menulis secara personal di blog ini. Ada banyak cerita hidup yang membuat saya berjeda sejenak. Dari mulai kehidupanku sebagai ibu perantau, sampai titian langkah menuju impian baru dalam hidup.
Di mulai dari mana ya…
Hmmm… Postingan ini akan cukup random karena saya hanya ingin menyapa di blog yang sempat tak saya hiraukan ini 🙂

Bisa dikatakan bahwa tahun 2023 adalah titik dimulainya kesempatan-kesempatan baik hadir di hidup.
Dari mulai kepergian ke Amerika, punya usaha jastip yang akhirnya membuat saya yang berstatus IRT punya tabungan yang lumayan, sampai menemukan strong why untuk bisa melanjutkan studi kembali.
Di tahun ini, alhamdulillah… Suami memberi dukungan yang besar pada agar saya mengepakkan sayap. Beliau memberikan gawai baru untuk dokumentasi kenangan di Amerika, yang pada akhirnya menjadi alat yang saya gunakan untuk mengumpulkan pundi-pundi uang sebagai jastiper (personal shopper). Beliau pun mempercayakan modal ratusan juta yang dengan amanah dan hati-hati digunakan untuk usaha tersebut.
Kesempatan baik ini, hadir dalam bentuk terbaiknya. Setelah badai berulang kali mampir di kehidupan ini. Setelah diberi ujian berupa sakit botulisme yang membuat saya hampir meninggal… Allah berikan hadiah berupa kelembutan hati suami, berkembangnya relasi pernikahan kami, sampai memampukanku untuk mandiri secara finansial. Alhamdulillah…
Namun, tantangan itu akan selalu datang…
Di tahun ini, fase baru dalam hidup kami dimulai. Kami meninggalkan Jepang dan pindah ke Indonesia!
Back for good, begitu istilahnya, adalah sebutan bagi diaspora yang kembali pulang ke negara asalnya setelah bertahun-tahun tinggal di negeri orang. Urusan kepindahan ini menyita waktu sekali, sebab kami harus meninggalkan apato kami dalam keadaan benar-benar kosong dan bersih.
Tiga bulan sebelum pulang, kami harus mulai menyortir barang-barang yang akan dibawa ke Indonesia, mana yang akan diberikan ke orang lain, mana yang harus dibuang. Di Jepang, urusan membuang barang-barang besar (seperti lemari, meja, dll) dan elektronik itu tak bisa serampangan. Kami harus mendaftarkan nama barang yang akan dibuang di website pemerintah dan membayarnya. Ya, membuang barang itu harus bayar!
Di antara hiruk pikuk kepindahan ini, saya pun harus rela melepas usaha yang membuatku merasa berdaya ini.
Dalam hati, sebenarnya saya masih ingin ada di Jepang. Sedih, tapi mau bagaimana lagi. Sebagai istri, saya hanya bisa memberi gambaran dan pandangan pada suami. Namun keputusan final, tetap ada pada suami.
Maka, dimulailah kehidupan kami di Indonesia.
Bisa dikatakan, saya perlu adaptasi hidup di negara sendiri. Seperti aneh, tetapi memang begitu adanya. Apakah mungkin karena kami tinggal di Depok yang merupakan kota baru bagi kami? Ataukah karena lingkungan tempat tinggal yang terlalu riuh?
Ada banyak rasa tak nyaman di sini. Barangkali karena keputusan suami yang menyekolahkan anak-anak di sekolah yang tak sesuai dengan keinginan saya. Namun suami mengatakan, “Jadilah orang yang pandai berbaur dengan berbagai kalangan. Kita memang bisa menyekolahkan anak di sekolah yang bagus, tapi anak-anak perlu tahu bagaimana kondisi Indonesia yang sebenarnya.”
Akhirnya, saya manut saja.
Meski begitu, dalam hati tetap ada rasa ingin memindahkan anak-anak ke sekolah bagus. Sekolah dengan bahasa pengantar English, atau setidaknya punya jam belajar yang panjang. Jujur, fase hidup di Indonesia menjadi sangat menantang karena ihwal sekolah ini.
Ajaibnya, ia hadir dibersamai dengan peluang-peluang baru.
Enam bulan di Indonesia, suami belum jua menemukan pekerjaan yang cocok. Meski tabungan kami masih sangat cukup, saya harus melakukan sesuatu. Dari mulai belajar menjadi affiliator, sampai mencoba peruntungan lewat produk digital. Namun, keduanya pupus.
Sampai akhirnya, saya mantap menjadi Virtual Assistant untuk membantu kehidupan sehari-hari. Untuk kali ini, saya mengikuti kursus di SGB VA yang iklannya banyak berseliweran di kanal Youtube.
Ternyata, kursusnya sebagus itu! Saya dibukakan dengan banyak peluang baru, tingkat kepercayaan diri saya meningkat, dan kemampuan Bahasa Inggris saya terlatih. Singkat cerita, resmilah saya menjadi Virtual Assistant yang tersertifikasi. Satu bulan setelahnya, alhamdulillah saya berjodoh dengan klien dari UK dan Malaysia 🙂
Namun, euforia mendapat pekerjaan ini terhadang oleh tantangan baru. Suami memutuskan kami untuk kembali ke Jepang! Sebab ada banyak peluang baginya di sana, baik untuk bekerja maupun melanjutkan studi.
Maka, kuputuskan untuk tak melejitkan karirku terlalu jauh, demi impian keluarga.
Di sinilah saya sekarang : OSAKA.
Tempat yang baru. Semangat baru. Saya mendapatkan energi yang besar untuk lebih berkontribusi bagi sesama. Perlahan demi perlahan kami membangun madrasah untuk anak-anak, membersamai ibu-ibu untuk mengkaji Al-Qur’an, juga menimba ilmu dalam kelompok halaqah yang selalu menjadi akar perjuangan.
Pekerjaan saya tetap sama, Virtual Assistant. Namun, saya tertarik untuk mengeskalasi skills menjadi Course Manager dan kelak memiliki tim yang bisa mengembangkan bisnis ini.
Pun begitu, saya ingin menjadi guru Bahasa Inggris di Jepang. Oleh karenanya, saya mengambil sertifikasi TEFL agar bisa menjadi ALT di Jepang.
Untuk studi bagaimana?
Inshaallah, saya sedang dan tetap menuju ke sana. Sudah ada universitas dan jurusan yang ingin saya tuju, di Jepang ini. Saat ini, mari fokus bekerja dan berkontribusi. Inshaallah kesempatan baik itu akan datang di waktu yang tepat 🙂
Osaka, Oktober 2025